Rabu, 08 Desember 2010

Apakah untuk Berubah Selalu Perlu Momentum ?

Berubah adalah hal yang alamiah dalam hidup ini. Kecil menjadi besar. Muda menjadi tua. Anak-anak menjadi dewasa. Hidup menjadi mati. Perubahan itu tidak bisa ditolak. Tak dapat dihentikan. Suka tidak suka, kita pasti berubah. Karena kita dikendalikan oleh waktu.

Akan tetapi, perubahan seperti itu hanya sekedar perubahan siklus yang tidak membawa nilai dan makna, kecuali sangan sedikit. Sebagai manusia, yang hidupnya harus selalu memberi makna, maka kita perlu menciptakan perubahan yang lain, di luar siklus alamiah itu; menjadi lebih baik, menjadi lebih dewasa, sukses, berprestasi, memberi manfaat yang besar bagi banyak orang, menorehkan sejarah-sejarah kepahlawanan yang mengabadi.

Semua kita pasti menginginkan perubahan pada sisi-sisi atau aspek-aspek tersebut. Hanya saja terkadang kita sangat suka menunda. Keinginan untuk berbuat baik, atau menjadi lebih, atau mengambil sebuah keputusan penting dalam hidup, atau merealisasikan langkah-langkah menuju sebuah cita-cita, seringkali tak jua kita lakukan karena merasa belum menemukan kesempatan yang tepat untuk memulai.

Perhatikanlah. Sebagian di antara kita kadang suka menunda-nunda untuk berbuat baik, karena beralasan belum mendapat momentum untuk berubah menjadi lebih baik. Sadar atau tidak, mungkin di benak kita pernah tertanam, atau di lidah kita pernah terucap kalimat-kalimat seperti: “Ah, nanti saja kalau sudah ada momentum.” “Ah, nanti saja kalau waktunya sudah cukup luang.” “Ah, nanti saja menunggu bulan Ramadhan.” Dan seterusnya.

..................

Kalimat-kalimat seperti itu juga yang sering kita gunakan untuk mentoleransi keterlambatan kita memulai sebuah pekerjaan atau kewajiban. Lalu, apakah untuk berubah memang selalu perlu momentum? Apakah keinginan untuk memperbaiki diri harus selalu diawali dengan sebuah keadaan yang benar-benar sesuai dengan yang kita harapkan?

Hanya Momentum yang Bertemu Kesiapan, yang Melahirkan Keberuntungan

Momentum yang singgah dalam kehidupan kita tidak semuanya bisa direncanakan. Ada kalanya, momentum itu datang tiba-tiba. Tak kita duga. Dia datang menyentak, menyadarkan kita pada keadaan kita. Memaksa kita untuk berada di dalamnya. Meski kadang kita tak menyukainya.

Momentum yang tak terduga itu biasanya tidak datang dua kali. Dia tidak seperti momen tahun baru. Dia tidak sama dengan saat-saat ulang tahun, yang bisa kita rencanakan. Yang bisa kita persiapkan. Karena itu, tidak banyak orang yang bisa mengambil manfaat dan sukses dari momentum yang datang tiba-tiba itu, kecuali orang yang memang setiap saat membekali diri dengan kesiapan dan persiapan.

Seberapapun besar kesempatan yang kita dapatkan, dan seberapapun berharga momentum itu, serta seberapapun kuat keinginan kita mendapatkannya, jika kita tak pernah memiliki kesiapan dan persiapan maka momentum itu hanya akan berlalu, hilang seperti asap yang terbawa dibawa angin. Keberuntunga itu, adalah ketika momentum yang datang bertemu dengan kesiapan kita.

..................

Momentum Hanya Memberi Energi Gerak

Suatu kali, mungkin kita pernah merasakan tidak berselera menyentuh makanan yang dihidangkan, meski barangkali makanan itu tampak serba lezat dan sangat disukai, dan kita juga tahu bahwa makanan itu bisa menghilangkan rasa lapar kita.

Keadaan ini sama dengan sikap kita terhadap kebenaran. Semua kita tentu mengenali kebenaran itu, sebab kita dibekali fitrah yang selalu memiliki kecenderungan kepadanya. Kita juga tahu bahwa mengikuti kebenaran itu adalah sesuatu yang niscaya dalam kehidupan kita, sebab hanya kebenaran yang bisa memberi keselamatan kepada kita. Kita bahkan juga sudah mempelajari bagaimana cara menjalanjan kebenaran itu. Tetapi kita belum mau mengambil keputusan mengikuti kebenaran itu karena merasa belum mendapatkan momentum.

Namun ketika momentum itu datang, kita hanya bersemangat di awal. Setelah itu, keadaan kembali seperti semula; kehilangan selera dan semangat. Karena kita tidak memiliki kesinambungan pengetahuan pada hakekat kebenaran itu, yang mencerahkan dan memotivasi. Disinilah pentingnya antara momentum dan kesinambungan pembelajaran.

Pembelajaran tanpa momentum tidak membuat orang bergerak, sebaliknya momentum tanpa pembelajaran secara konsisten pasti berumur pendek. Momentum adalah energi gerak, sementara pembelajaran adalah menemukan arah energi gerak. Ibaratnya kita mendayung perahu dengan semangat ke tengah laut, tapi saat di tengah laut kita kehilangan arah pulang. Meskipun tenaga masih sangat kuat, kita pasti tidak dengan sungguh-sungguh mengayunkan dayung, karena arah yang kita tuju bisa jadi bukan arah yang kita inginkan. Ragu-ragu, sehingga melangkah hanya setengah hati.

..................

Momentum tidak bisa berjalan sendiri. Energi gerak yang diciptakannya harus selalu terjaga dan terpelihara. Pembelajara yang berkesinambungan, adalah pelumas yang memberi gerakan baru dengan percepatan energi yang konsisten. Karena itu, pastikan kita bisa melakukan pembelajaran untuk menciptakan konsistensi gerak, agar semangat yang kita dapat dari sebuah momentum tidak mati suri, dan agar momentum itu dapat membantu perubahan yang kita inginkan.

Kadang, Momentum Tidak Lebih dari Sekedar Seremonial

Janji pada diri sendiri, atau kepada banyak orang, untuk menjadi lebih baik, atau untuk menciptakan perubahan yang memberi banyak manfaat, mungkin tidak hanya sekali kita ucapkan. Bagi kita yang barangkali sering merayakan ulang tahun, di depan sahabat-sahabat yang menghadiri acara kita, kita katakan kepada mereka untuk menjadikan hari itu sebagai titik balik perubahan; lebih semangat, lebih dewasa, dan lebih taat. Kita nyatakan itu sebagai momentum perubahan. Tapi faktanya, setahun kemudian tidak ada yang berubah dalam diri kita kecuali usia yang semakin berkurang, dan fisik yang kian terlihat tua.

Hal yang sama setiap kali kita menyambut tahun baru. Selalu ada janji-janji untuk menjadikan hari itu sebagai momen perubahan untuk tahun berikutnya. Kita menyambutnya secara bersama-sama dengan seremoni-seremoni yang berlebihan. Pesta yang menghabiskan banyak uang. Tapi nyatanya itu hanya sekedar seremoni yang tak menghasilkan apa-apa.

Momentum-momentum yang lain, yang lebih besar, pun kadang hanya kita perlakukan sebagai seremoni untuk mendeklarasikan janji-janji yang tak bisa kita penuhi. Perhatikanlah, setiap lima tahun kita melaksanakan pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah, pemilihan wakil rakyat dengan harapan bahwa pesta bangsa itu menjadi momentum akan lahirnya pemimpin yang lebih baik, dan hadirnya perubahan keadaan yang lebih baik pula.

Mungkin di sebagian daerah memang ada yang mampu menghasilkan perubahan dari momentum itu. Namun secara umum, rasanya kita belum memperoleh apa-apa.

..................

Momentum tidak lebih hanya sekedar seremoni . Dan yang lebih parah, di momentum itu sebagian kita hadir sebagai orang-orang yang tidak memiliki prinsip, idealitas dan moralitas. Mengusung semangat perbaikan dan perubahan ketika bersama-sama orang-orang yang memiliki semangat. Tetapi ketika berada di lingkaran orang-orang yang tidak baik, kita terseret menjadi orang-orang yang tidak baik.

..................

Momentum yang Dimaknai Secara Salah

Waktu tidak selalu menjadi momen, momen pun tidak selalu berupa waktu. Sebagian waktu berlalu secara alami, sedang momen-momen penting telah mencatat makna kekekalan dalam sejarah. Sejarah dibentuk oleh momen-momen yang bermakna.

..................

Ketika kita melakukan sesuatu yang bermakna, ketika kita mampu menciptakan perubahan-perubahan penting, maka pada saat itulah kita sampai pada momen yang menentukan dalam hidup kita. Maka dari sini kita bisa memaknai momentum sebagai saat, atau kondisi, atau keadaan yang memiliki potensi untuk memampukan kita meraih suatu keberhasilan. Momentum memampukan kita meraih sesuatu yang sebelumnya tidak mampu kita raih.

Namun terkadang hal-hal tersebut tidak kita sebut momen, sebab hanya peristiwa-peristiwa luar biasa dalam hidup kita yang kita anggap sebuah momen. Event ulang tahun, tahun baru, bulan Ramadhan, hari raya, hari pernikahan, menunaikan ibadah haji, kadang itu yang kita sebut momentum. Sementara hentakan-hentakan keadaan, situasi-situasi genting, dan saat-saat penting di luar itu sering kita anggap sebagai hanya sebagai peristiwa biasa.

..................

Tidak ada yang salah dengan optimalisasi kebaikan yang kita lakukan di momen-momen itu. .................. Namun, kalau kita hanya mengadalkan peristiwa-peristiwa seperti itu sebagai momentum, maka alangkah sedikitnya momentum dalam kehidupan kita. Bisa kita hitung sejak kita lahir, seberapa banyak momentum seperti itu yang bisa dimiliki, dan seberapa besar kemampuan kita untuk mengoptimalkannya.

Maka jika hanya mengandalkan atau mengharapkan itu, kita mungkin akan menjadi orang yang sangat merugi karena perspektif salah yang kita miliki tentang momentum.

Mensinergikan Semua Dimensi dalam Sebuah Momentum

Momentum dalam bahasa keseharian kita adalah satu masa atau waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu. Tapi dalam Ilmu Fisika, kata momentum digunakan sebagai sebuah besaran yang merupakan hasil kali dari massa dan kecepatan gerakan sebuah benda. Jika dua pengertian itu kita gabungkan, maka momentum itu memiliki tiga dimensi; waktu, bobot dan kecepatan. Ketiga dimensi tersebut, jika kita perhatikan, sangat lekat dengan rahasia kesuksesan seseorang dalam mengubah diri, mencapai prestasi, melakukan kerja-kerja besar yang memberi manfaat besar.

Singkatnya, momentum itu mengandung dimensi waktu, massa dan kecepatan, yang dibutuhkan dalam sebuah perubahan. Maka prestasi besar yang kita inginkan, hanya akan kita capai apabila kita bisa mempertahankan ketiga dimensi tersebut.

Dalam menjalani kehidupan ini ada kalanya kita memiliki semangat yang luar biasa untuk melakukan suatu pekerjaan. Semangat ini biasanya timbul setelah kita termotivasi karena melihat prospek hasil dari pekerjaan yang ingin kita lakukan tersebut. Pemahaman kita tentang prospek yang menjanjikan itu biasanya kita dapatkan melalui proses perenungan sendiri atau juga dari hasil interaksi kita dengan orang lain.

..................

Sulmin Gumiri menulis, bahwa bahan mentah pertama untuk menciptakan momentum adalah keinginan untuk selalu tumbuh dan berkembang. Keinginan untuk selalu berubah ke arah yang lebih baik ini akan menjadikan kita sebagai pribadi yang selalu haus untuk belajar. Dengan perasaan yang senantiasa haus belajar berarti kita telah menciptakan ladang yang subur di dalam diri kita sebagai tempat bertumbuhnya segala macam benih ide-ide kreatif yang ingin kita lakukan untuk memperbaiki kualitas diri kita. Dengan melimpahnya beraneka ragam benih ide kreatif tersebut maka yang kita perlukan berikutnya adalah ramuan kedua yang berupa faktor eksternal yang akan mentriger ide-ide tersebut supaya benar-benar tumbuh menjadi sebuah kenyataan.

Pergolakan pemikiran untuk segera mewujudkan ide kreatif menjadi tindakan nyata akan membawa kita kepada suatu petualangan untuk mencari sesuatu di luar sana, yang bisa memicu kita untuk segera mewujudkan keinginan kita tersebut. Dalam kondisi ini, pertanyaan yang selalu berkecamuk dalam pikiran kita adalah, “Bagaimana cara memuloainya?”

Setelah kita mendapatkan jawaban bagaimana cara memulainya, maka tindakan selanjutnya yang harus kita lakukan adalah “bersegera” untuk mewujudkannya. Bisa kita bayangkan, betapa besarnya energi yang akan tercipta dalam diri kita jika terjadi kombinasi antara keinginan yang sangat besar untuk mewujudkan ide kreatif yang akan meningkatkan kualitas diri, dengan tersedianya kesempatan untuk mewujudkannya. Karena kita sudah menemukan kondisi “inilah saat yang tepat untuk mengerjakannya”, yang berarti, kita sudah menciptakan momentum dan sudah berada pada jalur yang benar.

Momentum memiliki kombinasi dimensi yang harus selalu disatukan, disinergikan, dan dipadukan agar energi yang kita bangun tidak mengalami ketimpangan, dan agar ia bisa membawa pada perubahan yang kita inginkan. Karena sesungguhnya, momentum baru mengasup kita energi gerak, yang masih memerlukan energi-energi lain untuk mempertahankan kesinambungannya.

sumber: Tarbawi - Edisi 241 Th.12, Muharram 1432H, 16 Desember 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar